Senin, 21 Desember 2009

P2KB Online

P2KB adalah program yang diamanahkan UUPK kepada IDI yang bertujuan menjaga mutu
pelayanan Dokter Indonesia dengan tetap mempertahankan Kompetensinya
masing-masing. Dalam program ini seluruh kegiatan Dokter dapat dikonversi
menjadi nilai SKP yang wajib di catat dalam Log Book P2KB. Terdapat 3 kelompok
kegiatan yaitu :
1. Pribadi : kegiatan pembelajaran mandiri yang dilakukan sebagai kapasitas
pribadi.Contoh : membaca jurnal terakreditasi, menulis/menterjemahkan buku,
melakukan uji diri.
2. Internal : seluruh kegiatan yang dilakukan sebagai kapasitas sebagai seorang
Dokter baik mandiri maupun sebagai bagian dari Institusi pelayanan atau
Organisasi Profesi.Contoh : ronde bangsal, merawat pasien, penyuluhan pasien,
menjadi pengurus organisasi profesi, melakukan tindakan diagnostik.
3. Eksternal : seluruh kegiatan yang dilakukan di luar kegiatan pribadi &
internal.Contoh : mengikuti simposium, pelatihan, seminar.

Di awal tahun 2007 Program Pencatatan kegiatan P2KB IDI berjalan dengan sistem
Offline, dimana mekanisme yang dilalui sbb :
1. Untuk mendaftar program ini, dokter harus mendaftar langsung ke IDI cabang
atau IDI wilayah.
2. Untuk kegiatannya anggota harus mengisi dalam tabel Buku Log yang bisa
didapatkan ketika mendaftar.
3. Setiap bulan anggota harus memasukkan buku lognya ke IDI cabang/wilayah yang
nantinya akan diverifikasi. Jika di IDI cabang belum ada tim P2KB maka
verifikasi dilakukan di IDI wilayah oleh tim verifikator yang ditunjuk oleh
BP2KB wilayah. Namun bagi cabang yang telah memiliki Tim P2KB maka verifikasi
awal dilakukan di IDI cabang, setelah selesai diverifikasi cabang, hasil
verifikasi diteruskan ke BP2KB wilayah untuk verifikasi akhir. Setelah itu
diteruskan ke Bp2KB Pusat untuk kemudian dikeluarkan rekomendasi ke Kolegium
untuk selanjutnya diterbitkan Sertifikat Kompetensi jika telah mencapai target
250 skp/5 tahun.
Masalah : Bertumpuknya berkas yang harus diverifikasi di cabang & wilayah.

Sejak JUli 2008, program pencatatan kegiatan dijalankan dengan sistem Online
yaitu berbasis web yang diakses melalui Internet. Dimana mekanisme yang dilalui
sbb :
1. Pendaftaran dapat langsung dilakukan oleh anggota melalui website.
2. pengisian Log Book dilakukan secara online , dimana dimintakan untuk
menyertakan dokumen bukti dalam bentuk scanned copy atau foto.
3. verifikasi dilakukan langsung oleh verifikator cabang/wilayah melalui
website.
4. Jika telah sampai target 250 skp, BP2KB pusat meneruskan data ke Kolegium
untuk diterbitkan sertifikat kompetensi.
MASALAH : akses & pemahaman akan internet yang terbatas.

Semenjak program online dijalankan, BP2KB pusat menyarankan kepada seluruh IDI
wilayah & cabang untuk menjalankan program pencatatan kegiatan P2KB secara
online dikarenakan pertimbangan effisiensi, dan ditambahkan juga bahwa pada
tahun 2011 proses regsitrasi Ulang di KKI akan dilakukan secara Online dan KKI
memerlukan data sertifikat kompetensi berupa data online yang terdapat di server
IDI.

Untuk mengikuti program ini, anggota IDI diwajibkan membayar iuran sebesar 250
ribu selama 5 tahun, namun tidak diwajibkan di awal mengikuti program. Dapat
dilakukan setelah mengikuti program selama 2 bulan. Iuran ini untuk
memaintenance program serta sebagai biaya operasional IDI dari tingkat cabang
sampai pusat. Untuk pelaksanaan program pencatatan Online, PB IDI mengalokasikan
dari iuran yang terkumpul untuk pembelian software(aplikasi)& Hardware
(server,dll).

Untuk info lebih lanjut dapat berkomukasi langsung dengan pengurus IDI cabang
masing-masing.

Sosialisasi P2KB Online di Kuala Pambuang


K. Pambuang, 19 Desember 2009
Telah dilakukan sosialisasi P2KB Online oleh dr. Herry Tjahjono, DESS bertempat di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Seruyan pada hari Sabtu, 19 Desember 2009.
Kegiatan dihadiri oleh 8 orang dokter. Dari kegiatan tersebut para peserta telah dapat melakukan registrasi secara online ke situs P2KB online. Pada kegiatan tersebut juga dibagikan 9 buku CPD dari BP2KB IDI Wilayah Kalimantan Tengah. Diharapkan pengetahuan tersebut dapat ditularkan kepada para dokter lainnya di kabupaten tersebut yang tidak berkesempatan hadir karena tempat tugas yang jauh di daerah terpencil.



Kamis, 29 Oktober 2009

Bakal Calon Ketua Umum Terpilih PB IDI

Daftar Nama Bakal Calon
Ketua Umum Terpilih (President Elect) PB IDI
Masa Bakti 2009-2012

1.DR. Dr. Fachmi Idris, M.Kes
Jabatan sekarang : Ketua Umum PB IDI
Pengusul : IDI Wilayah Jawa Tengah, IDI Cabang Medan
2.Dr. Zaenal Abidin, MH.Kes
Jabatan sekarang : Sekretaris Jenderal PB IDI
Pengusul : IDI Wilayah Jawa Tengah, IDI Wilayah Sulawesi Selatan, IDI Cabang Medan
3.Dr. Wawang S. Sukarya, Sp.OG(K)., MARS., MH.Kes
Jabatan sekarang : Ketua IDI Wilayah Jawa Barat
Pengusul : IDI Wilayah Jawa Barat, IDI Cabang Kota Bandung
4.DR.dr. Tri Wahyu Murni, Sp.BB., Sp.BTKV(K)., MH.Kes
Jabatan sekarang : IDI Cabang Kota Bandung
Pengusul : IDI Cabang Kota Bandung
5.Dr. Ahmad Budi Arto, MM
Jabatan sekarang : Ketua IDI Wilayah DKI Jakarta
Pengusul : IDI Wilayah DKI Jakarta
6.Dr. Eddi Junaidi, Sp.OG, M.Kes
Jabatan sekarang : Ketua IDI Cabang Jakarta Timur
Pengusul : IDI Wilayah DKI Jakarta
7.Prof. DR. Dr. Eddy Rahardjo, Sp.Ank.IC
Jabatan sekarang : Ketua MKEK IDI Wilayah Jawa Timur
Pengusul : IDI Wilayah Jawa Timur
8.Dr. Djoko Widyarto JS, DHM, MH.Kes
Jabatan sekarang : Wakil Ketua I IDI Wilayah Jawa Tengah / Anggota BHP2A Pusat
Pengusul : IDI Wilayah Jawa Tengah
9.Dr. Rustam Effendi YS, Sp.PD
Jabatan sekarang : Ketua MPPK IDI Wilayah Sumatera Utara
Pengusul : IDI Cabang Padangsidempuan
10.Dr. Abidinsyah Siregar, DHSM., M.Kes
Jabatan sekarang : Ketua Bidang Penataan Sistem Rujukan Praktik Kedokteran PB IDI
Pengusul : IDI Cabang Medan
11.Dr. Abraham Andi Oadlan Patarai, M.Kes
Jabatan sekarang : Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan Organisasi Tingkat Wilayah dan Cabang
Pengusul : IDI Cabang Medan
12.Dr. Zuweni Harahap, Sp.B
Jabatan sekarang : Ketua IDI Wilayah Jambi
Pengusul : IDI Wilayah Jambi

Minggu, 18 Oktober 2009

USUS MALAS / USUS PARALITIK / KEMBUNG TERUS MENERUS

Setelah menjalani operasi besar pada rongga perut misalnya operasi laparatomi eksplorasi (operasi dengan sayatan tengah perut ) kadang-kadang disertai dengan komplikasi terjadinya usus yang malas bekerja. Usus malas ditandai dengan adanya kembung, belum flatus / buang angin, mual dan muntah dan belum bisa BAB (buang air besar) untuk waktu yang relatif lama. Pada keadaan ini dokter akan memasang selang lewat hidung untuk membantu dekompresi / pengosongan isi usus . Pasien diharuskan puasa sehingga kebutuhan nutrisi didapat dari cairan infus.
Pada keadaan yang sudah jauh lebih baik, pasien dapat diperbolehkan minum sedikit-sedikit atau hanya basah-basah bibir atau isap-isap permen. Sambil dievaluasi dengan melihat hasil produksi pada selang hidung, pasien dapat mulai melakukan mobilisasi bertahap, mika miki (miring kanan miring kiri), duduk bersandar, duduk tanpa bersandar, berdiri dan jalan.
Jika dilakukan foto ronsen abdomen 3 posisi, kadang-kadang tampak seperti ada sesuatu yang menyumbat usus, dimana udara tidak mencapai daerah bawah. Meskipun demikian jika dokter tidak menemukan gambaran atau gerakan usus yang khas terlihat pada kasus dimana terjadi sumbatan yang memerlukan operasi segera, maka pengobatan pada pasien tersebut selain obat-obatan inti adalah puasa, puasa dan puasa. Foto ronsen abdomen 3 posisi biasanya akan diulang lagi untuk evaluasi.
Pada pasien atau keluarga pasien yang kurang mengerti tentang penyakit yang ia derita, seringkali merasa khawatir, cemas karena harus tinggal lama di RS tanpa diperbolehkan makan dan minum disertai dengan kembung plus tanpa BAB dalam waktu lama. Pada kasus ini dibutuhkan kesabaran, ketaatan pasien untuk menerima instruksi dari perawat dan Dokter. Keluarga tentu saja memberikan semangat.
Saran pada pasien dan keluarga pasien yang mengalami usus malas / usus paralitik setelah operasi
  1. Pada saat dilakukan pemasangan NGT / selang melalui hidung, sering menimbulkan rasa tidak nyaman, dihadapi saja – tabah.
  2. Sering harus dilakukan pemasangan kateter uretra (selang untuk BAK – buang air kecil) untuk menilai kecukupan cairan yang dimasukkan tubuh, alat ini juga sering menimbulkan rasa tidak nyaman.
  3. Setiap hari harus mendisiplinkan diri untuk melakukan mobilisasi, mobilisasi jangan menunggu kalau perawat atau dokter datang. Tiap 8 jam belajar untuk miring kanan, jika belum sempurna miring / full miring maka punggung bisa diganjal dengan guling terlebih dahulu, kemudian 8 jam lagi miring kiri demikian seterusnya. Jika rasa sakit pada luka operasi sudah tak tertahan, mintakan obat penghilang rasa sakit pada perawat. Rasa sakit pada bekas luka operasi jangan menghalangi untuk melakukan mobilisasi. Hal ini lakukan terus menerus, tiap hari harus ada semangat untuk melakukan mobilisasi, tetapkan target untuk bisa duduk, berdiri dan jalan. Yang penting jangan lupa untuk terus semangat !
  4. Tetap bersabar jika melihat segelas teh manis hangat yang tersaji untuk keluarga yang menunggu, jangan tergoda untuk diminum begitu pula kalau melihat makanan atau buah di depan mata yang dibawa oleh pengunjung yang besuk. Jika tiba saatnya maka usus akan dapat bekerja lagi. Berikan dukungan moril pada pasien, agar dapat melewati keluhan tersebut dengan ikhlas. Ada yang ingin berbagi soal pengalaman mengalami “usus malas” sehingga harus berhari-hari bahkan berminggu-minggu istirahat di RS ?
sumber: Lakshmi Nawasasi http://lakshminawasasi.blogspot.com/2008/01/usus-malas-usus-paralitik-kembung-terus.html

Selasa, 13 Oktober 2009

INFEKSI LUKA OPERASI / ILO / WOUND INFECTION

Infeksi luka operasi dapat terjadi tergantung banyak hal misalnya
  1. Jenis operasi yang dikerjakan. Pada operasi dengan jenis ‘contaminated’ / yang tercemar – terkontaminasi tentu saja resiko infeksi nya jauh lebih besar dibandingkan jenis operasi ‘bersih’. Contoh, operasi usus buntu dengan kondisi usus buntu yang sudah bernanah, sudah pecah tentu resiko infeksi yang terjadi jauh lebih besar dibandingkan operasi usus buntu dalam kondisi usus buntu yang masih baik
  2. Lokasi target organ yang dioperasi. Operasi yang target organnya berada di rongga perut kemungkinan terjadinya infeksi lebih besar dengan operasi yang dilakukan di luar rongga perut. Operasi pada daerah anus juga berbeda dengan operasi pada daerah tubuh yang lain.
  3. Tehnik operasi yang dilakukan. Pada tehnik operasi yang menghasilkan paparan luas, seperti sayatan tengah rongga perut (sayatan median pada jenis operasi laparatomi eksplorasi) tentu resiko infeksi yang terjadi jauh lebih berat dibandingkan sayatan pada pinggir kanan bawah perut (mis pada kasus hernia / usus buntu). Tehnik operasi dengan laparoskopi akan memberikan resiko infeksi yang kecil karena tidak melibatkan banyak otot-otot dan bagian tubuh lain yang harus ‘dirusak’.
  4. Adanya penyakit lain yang menyertai. Pasien dengan operasi usus , jika ia juga memiliki penyakit lain seperti TBC, DM / kencing manis, malnutrisi dll maka penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi. Selain itu, jika ditemukan lebih dari satu penyakit yang harus dilakukan operasi pada saat bersamaan, misalnya selain menjalani operasi angkat batu empedu / kolesistektomi pasien juga menjalani operasi angkat usus buntu yang meradang / apendisitis, maka komplikasi operasi (termasuk infeksi) yang terjadi dapat lebih besar
  5. Keadaan pasien secara umum. Inilah pentingnya pemeriksaan lab dan ronsen sebelum operasi dilakukan. Meskipun demikian pada operasi-operasi yang bersifat emergensi, jika keadaan umum pasien kurang baik (misalnya Hb rendah, demam, nilai-nilai tertentu dari lab yang menurun dari normal), maka operasi tetap dilakukan sambil tetap mengkoreksi keadaan umum yang kurang baik tadi.
  6. Kompetensi / kemampuan Dokter Bedah yang melakukan operasi. Jika memang kasusnya harus dilakukan operasi, pilihlah Dokter Bedah yang telah memiliki kompetensi. Beberapa kasus di daerah, ada seorang dokter umum kedapatan sering melakukan tindakan sesar / membantu persalinan lewat operasi. Meskipun akses sayatan yang dilakukan adalah benar, tentu saja seharusnya hal tersebut tidak dibenarkan, karena masalah kompetensi tetap harus dipertimbangkan. Begitu juga pada kasus yang teramat sub spesialistis, selayaknya seorang ahli Bedah Umum dapat merujuk pasiennya ke Dokter yang lebih ahli seperti Bedah digestif, Bedah Urologi dsb.
  7. Perilaku Pasien, misalnya setelah menjalani operasi wajib KONTROL ke pada dokter Bedahnya. Sewaktu kontrol pasien menerima sejumlah hak, hak untuk dilihat perkembangan luka operasinya, hak mendapat penjelasan mengenai apa saja yang dilakukan untuk membantu memulihkan kesehatannya post operasi, hak mendapat keterangan-keterangan lain berkaitan dengan operasi yang dijalani. Pasien yang “malas “ kontrol karena merasa luka operasi nya sudah sembuh, biasanya akan mengalami komplikasi operasi yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan pasien-pasien yang setia mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Dokternya. Pasien yang “setia” ‘pada hanya dengan ‘ dokter Bedahnya yang mengoperasi, biasanya akan mengalami komplikasi operasi jauh lebih sedikit dibandingkan pasien lain yang (misalnya) jika mengalami keraguan pada terapi obat yang diberikan, bukan bertanya langsung pada dokter ybs tapi malah mengikuti saran kerabat, teman yang belum tentu dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga jalinlah “persahabatan” yang baik dengan Dokter Bedah yang mengoperasi. Jangan sampai mempunyai rasa sungkan, rasa “tidak enak” jika harus bertanya kepada dokter nya untuk sesuatu yang tidak dan ingin diketahui. Ada yang punya pengalaman mendapatkan infeksi pada luka operasi ? atau mendapatkan komplikasi lain setelah pembedahan ? Bisa dan sangat boleh sama-sama berbagi disini.

sumber : Lakshmi Nawasasi http://lakshminawasasi.blogspot.com/2008/01/infeksi-luka-operasi-ilo-wound.html

JIKA HARUS MENJADI PASIEN BEDAH

1. Pilih Dokter Spesialis Bedah yang mantap di hati. Mantap di hati maksudnya baru melihat dokter Bedahnya, kita langsung 'sreg' - percaya - yakin bahwa saya datang pada Dokter yang tepat. Untuk mencari dokter yang seperti ini, banyak tanya kepada rekan-rekan - tetangga - saudara yang kebetulan pernah menjadi pasien bedah. Pasti mereka akan merekomendasi coba ke dokter ini saja atau ke dokter itu saja dll. Banyak cari informasi melalui milist (mailing list), pasti banyak rekan senasib yang pernah jadi pasien bedah, cari informasi juga melalui majalah kesehatan popular yang sering menampilkan banyak nama dokter Bedah beserta keahliannya dan 'sepak terjang'nya. Dokter yang mantap di hati, komunikasi nya harus jelas, 'nyambung' jangan sampai ada miskomunikasi. Usahakan bertemu dengan dokter Bedah yang mau menjelaskan sedetail-detailnya segala kegundahan dan ganjalan yang kita rasakan. Mulai dari diagnosa penyakit, komplikasi, efek samping, keberhasilan terapi dll.
2. Memilih RS yang tepat. Dengan memilih RS yang "cocok"artinya RS yang dapat menuntaskan permasalahan kesehatan yang menimpa pasiennya, maka dokter Bedah yang bekerja didalamnya minimal juga akan cocok di hati pula.
Jika RS tsb "diduga"
a) Jumlah pasien yang datang setiap harinya sedikit - RS nya sepi seperti kuburan hanya 1-2 pasien lalu lalang harus dicurigai !!
b) Jika dokter spesialis untuk 5 penyakit besar hanya tertulis "dengan perjanjian" di daftar nama dokter - inipun harus dipertanyakan
c) RS yang dalam perjalanan panjang baru menjadi RS juga harus di waspadai karena belum tentu sekarang ini ia betul-betul mantap menangani banyak kasus selayaknya RS, kecuali jika RS tersebut, fisik bangunan nya total di rubah dengan perubahan susunan orang-orang yang bekerja di dalamnya
d) RS pendidikan, harus sabar antri dan tabah jika diperiksa bukan oleh dokter yang dimaksud (karena tidak jarang kunjungan ke ruang periksa diwakilkan pada dokter yang lain) ; dan harus tabah jika sering di visit / dikunjungi oleh banyak dokter yang berganti-ganti ; kebaikannya di RS pendidikan, lengkap berkumpul dokter-dokter yang ahli di bidangnya masing-masing dan tentu saja dengan pengalaman yang luar biasa menangani banyak kasus.
e) RS dengan ISO bisa menjadi pilihan untuk menenangkan hati karena biasanya semua sistim yang berada didalamnya amat sangat menenangkan.
3. Ingatlah bahwa Setiap tindakan Bedah adalah berarti membuat luka baru pada tubuh. Jadi tindakan pembedahan (apapun) pasti dapat melahirkan komplikasi-komplikasi. Hal-hal inilah yang harus digali lebih banyak dari Dokter bedahnya, bagaimana kemungkinan komplikasi yang terjadi dan cara mengatasinya.
4. Harus banyak tanya tentang penyakit nya dan perkembangan terapi.
5. Harus patuh terhadap ketentuan yang diberikan oleh perawat di ruangan (jika harus rawat inap) Ada yang pernah menjadi pasien Bedah ? mungkin ada yang mau ditambahkan ?


sumber : Lakshmi Nawasasi http://lakshminawasasi.blogspot.com/

Rabu, 30 September 2009

Muktamar IDI 2009


Yth. Para ketua IDI Cabang se Kalimantan Tengah
Dimohon segera konfirmasinya untuk keikutsertaan pada Muktamar (terlampir surat dari PB IDI)

Demikian atas perhatiannya diucapkan terima kasih
Admin

Jumat, 12 Juni 2009

SOSIALISASI & PEMBENTUKAN TASK FORCE ISTC PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Menurut WHO diperkirakan pada tahun 2007 sebanyak 9,27 juta insiden kasus TB. Ini merupakan peningkatan dari 9,24 juta kasus pada tahun 2006, 8,3 juta kasus pada tahun 2000 dan 6,6 juta kasus pada 1990.

Sebagian besar kasus yang terjadi pada tahun 2007, di Asia 55% dan Africa 31% dan sebagian kecil di daerah Mediteran bagian Timur (6%), Eropa (5%) dan Amerika (3%). Negara dengan peringkat 5 kasus terbanyak adalah India (2 juta), China (1,3 juta), Indonesia (0,53 juta), Nigeria (0,46 juta) dan Afrika Selatan (0,46%).

Dari 9,27 juta kasus TB pada tahun 2007, diperkirakan 1,37 juta (15%) merupakan pengidap HIV-positif ; 79% diantaranya berada di daerah Afrika dan 11% di Asia Tenggara.

International Standard for Tuberculosis (ISTC) merupakan standar dalam upaya menjalankan praktik penanganan penyakit TB yang bermutu. Departemen Kesehatan dan Ikatan Dokter Indonesia telah sepakat untuk menerapkan ISTC sebagai standard pelayanan TB di Indonesia. ISTC juga dimaksudkan untuk melengkapi operasional kebijakan pengendalian TB Nasional secara konsisten, menggambarkan tingkat pelayanan semua praktisi unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta dalam mengelola pasien atau yang diduga TB.

Dalam rangka diseminasi dan implementasi ISTC, diperlukan TASK Force ISTC. Diseminasi di tingkat propinsi dilakukan melalui pelatihan bagi pelatih tingkat Kota Madya/ Kabupaten sehingga ISTC ini akan sampai hingga ketingkat unit pelayanan terkecil seperti Puskesmas dan Puskesmas Pembantu.

Untuk itu, IDI Wilayah Kalimantan Tengah akan mengadakan sosialisasi ISTC dan pembentukan Task Force ISTC Provinsi Kalimantan Tengah, yang menurut rencana akan diadakan pada tanggal 19-20 di Hotel Aquarius Palangka Raya.

Untuk informasi lebih lengkap dapat menghubungi :

  • Dr. Tagor Sibarani telp. 0536-3307183 atau 081251490307